Artikel oleh : Kurnia Atiullah, TT 2012
Dua hari yang lalu, seorang teman yang baik hati ( semoga dia selalu dlm kesehatan yg baik), mengajak kami berkunjung ke Hina no Sato ( kampung halaman nya boneka Jepang) di wilayah Katsuura, Tokushima. Di daerah ini, setiap tahun akan diadakan festival boneka Jepang yang di sebut dengan Hinamatsuri. Di tempat ini di pajang beribu boneka ( O Hina Sama) yang dihibahkan oleh beberapa warga. Dengan kata lain, sebagian besar boneka nya merupakan boneka lama yg sudah pindah kepemilikan.
Bagaimana ceritanya? Jadi menurut budaya Jepang, setiap anak perempuan dilahirkan, maka kakek nenek si bayi akan membelikan nya satu perangkat boneka ( anak perempuan pertama saja, anak perempuan kedua dst menyesuaikan). Boneka ini, dahulu kala di maksudkan untuk mengusir roh2 jahat penggangu si anak. Namun, seiring zaman, boneka tersebut jg dimaksudkan untuk pengharapan berkah dan kesehatan si anak. Selanjutnya, boneka ini akan di pajang di dalam rumah ( khususnya yg model Jepang beralas tatami) di ruang display yg di sebut Tokonoma. Boneka akan di susun di atas rak beralas kain merah sebanyak lima atau tujuh tingkat, dengan urutan yang sudah di tentukan.
Karena display boneka ini bertemakan pernikahan raja dan ratu, maka sepasang raja dan ratu akan berada paling atas. Di bawahnya akan di susul dengan satu set boneka pekerja seni ( penyanyi, penyair dan pemain musik), kemudian menteri/ penasihat raja dan diakhiri dengan perangkat rumah tangga maupun kendaraan tradisional.
Boneka-boneka ini tidak untuk dimainkan, melainkan sekedar pajangan penghias ruangan. Sepanjang masa? Tidak. Boneka hanya di pajang untuk memperingati Girls’ Day yang jatuh di setiap tanggal 3 Maret. Pemajangannya mulai dari tanggal 19 Februari – 3 Maret. Tgl 4 Maret, boneka harus sudah dirapikan dan dimasukkan ke kotak kembali, ATAU, klo tdk, maka si gadis akan susah mencari jodoh…Yaaah, namanya kepercayaan . Kotak akan disimpan untuk dipajang kembali tahun depan dan depannya lagi berulang2…sampai, si empu nya merasa sudah cukup besar dan tdk perlu lagi memajang di rumah.
Saat itulah, boneka ini akan di alih pemilikkan. Untuk keluarga aristokrat yang boneka nya super muahall dan bernilai sejarah, boneka akan diwariskan turun temurun. Oya, harga boneka, selain kualitas material, juga ditentukan oleh si pembuat. Semakin terkenal pembuatnya ( bisa dideteksi dari tanda tangan di tatakan bonekanya), maka akan semakin mahallll !!! Sedangkan untuk masyarakat awam, biasanya mereka akan hibahkan ke komunitas tertentu yang menyelenggarakan Hinamatsuri. Karena kalau di buang, mereka sayang akan kenangannya. Sedangkan jika di hibahkan untuk hinamatsuri, boneka itu bisa di miliki oleh pengunjung secara GRATIS, hanya membubuhkan tanda tangan, nama serta alamat asal ( negara).
Umumnya, orang Jepang tidak mau meminta boneka2 bekas ini. Selain karena budaya mereka adalah membelikan yg baru untuk cucu, mereka juga percaya bahwa boneka tersebut akan dijiwai oleh spirit si empunya. Apabila pemilik sebelumnya berjiwa baik, maka boneka tersebut akan mempunyai spirit yang baik. Sebaliknya, jika pemilik nya kebetulan jahat, maka boneka itupun akan bernuansa jahat. Makanya….ketika saya bilang ke tutor saya bahwa saya membawa pulang 6 boneka, dia spontan bilang Kowaiii ( scary) karena alasan tersebut diatas. Sedangkan saya, karena tidak mempunyai kepercayaan yg sama berpendapat, boneka2 itu, meskipun tidak baru, tetaplah Kawaii ( beautiful)
Ada satu ajaran di budaya Jepang bagi para pemilik boneka itu. Kiranya perlu untuk saya sampaikan pula kpd teman2 yang sudah pesan : Sayangilah, seolah anda adalah orang tua bagi boneka tersebut. So, waspadalah…!!